Hajinya Sang Penghuni Langit

Dakwah, | 10 July 2022 20:02:11


Pada zaman Rasulullah SAW. Ada pemuda bermata biru, berrambut merah dan berparas cukup tampan. Wajahnya selalu melihat ke tempat sujudnya. Ia tidak pernah lalai membaca Al-quran dan menangis sebab munajatnya kepada Allah SWT. Tidak banyak yang menghiraukan apalagi mengenali pemuda ini, lantaran Ia sangat miskin, malang, dan memiliki penyakit sopak. Hampir seluruh tubuhnya dipenuhi bulatan putih.

Uwais Al-Qarni namanya, Tinggal berdua bersama Ibunya yang sudah renta serta sakit-sakitan, Ia hanya memiliki dua helai pakaian yang sudah sangat lusuh.

Selain sangat shalih, Uwais adalah anak yang sangat hormat dan bakti kepada Ibunya. Segala apapun yang diperintahkan atau dimintainya, Uwais senantiasa mengabulkan/menurutinya, hingga pada satu ketika, Uwais merasa sangat terpukul karena Ia belum mampu mewujudkan pinta Ibunya. “Anaku, mungkin Ibu tidak akan lama lagi bersamamu. Ikhtiarkanlah agar Ibu bisa melaksanakan haji” pinta sang Ibu” mendengar pinta sang Ibu, Uwais pun termenung. Perjalanan ke Makkah sangatlah jauh, melewati padang tandus. Orang-orang biasanya membawa unta, dan membawa banyak perbekalan. Bagaimana hal itu bisa dilakukan Uwais yang sangat miskin dan tidak punya hewan untuk ditungganginya berangkat ke Makkah.

Maka dibelilah seekor anak lembu yang harganya cukup murah. Uwais membuatkan kandang di atas puncak bukit. Setiap hari, ia menggendong anak lembu itu naik turun bukit. Banyak orang yang menganggap aneh apa yang dilakukannya, meneriakinya orang gila namun Uwais tetap melakukanya terus menerus hingga anak lembu itu tumbuh besa dengan berat 100 kg, bersama otot Uwais yang semakin kuat.

Tibalah bulan haji, Uwais menggendong Ibunya dari Yaman ke Makkah. Barulah orang-orang tahu bahwa apa yang dilakukan Uwais waktu lalu adalah sedang latihan menggendong Ibunya untuk menunaikan haji bersama.

Uwais berjalan tegak wukuf di ka’bah, sambil terus menggendong Ibunya. Air mata sang Ibu pun terus bercucuran terharu karena telah sampai di baitullah, dan memiliki anak yang sangat bakti dan mencintainya.

Di depan ka’bah, keduanya berdoa. Namun ada yang membuat sang Ibu bertanya-tanya tentang doa Uwais.

“Ya Allah, ampunilah dosa-dosa Ibu” doa Uwais
“Wahai anakku, bagaimana dengan dosa-dosamu? Tanya sang Ibu keheranan.
“Dengan terampuninya semua dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha ibu yang akan menyelamatkanku”

Sang Ibu pun semakin terharu dan bercucuran air mata. Uwais pun mendapat karunia dari Allah SWT, seketika itu juga Uwais sembuh dari penyakit sopaknya. Seluruh bulatan putih ditubuhnya menghilang seketika, kecuali satu di telapak tangannya yang kemudian menjadi tanda untuk Umar Bin Khatab dan Ali bin Abi Thalib untuk mengenalinya, dua sahabat Rasulullah SAW.

Uwais masuk Isalm sejak saat Negri Yaman mendengar seruan Rasulullah SAW. Peraturan-peraturan dalam islam, dan perangai Rasulullah SAW yang sangat mulia telah menarik hati Uwais. Banyak rekan-rekannya yang juga masuk Islam, pergi berbondong-bondong ke Madinah, untuk mendengar langsung dakwah Rasulullah SAW. Begitu pula Uwais, keinginanya sangat besar untuk dapat ke Madinah, menemui Rasulullah SAW, namun Ia tidak dapat melaksanakannya sebab Ibunya yang semakin renta dan sakit-sakitan. Uwais tidak tega meninggalkannya seorang diri. Hingga pada suatu ketika, Uwais tidak mampu lagi membendung rasa rindunya lagi. Uwais pun meminta izin dan ridha kepada Sang Ibu untuk menemi Rasulullah. Walaupun telah uzur, namun beliau memahami perasaan anaknya dan berkata.

“Pergilah wahai anakku, temui Nabi di rumahnya, dan bila telah berjumpa segeralah kembali pulang”

Dengan perasaan gembira yang luar biasa. Uwais segera bergegas mengemas perbekalan, untuknya dan ibunya sepemergian dirinya memastikan segala kebutuhan Ibunya teredia dengan baik selama Ia dalam perjalanan ke Madinah.

Selepas menyiapkan perbekalan, dan menitipkan Sang Ibu kepada tetangga terdekatnya untuk menemani Ibunya sampai Ia kembali. Uwais pun mencium tangan Ibunya lalu berpamit. Pergila Ia ke rumah Rasulullah SAW yang berjarang 400 km dari rumahnya.

Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindui tidak ada di rumah. Rasulullah sedang dalam medan perang. Hati Uwais berkecamuk, dalam hati ingin menunggu baginda pulang namun ia tak tenang jika meninggalkan Ibunya terlalu lama. Uwais, akhirnya memutuskan untuk pulang dengan menitipkan pesan kepada Rasulullah SAW, lewat Sayyidatina Aisyah, Isteri Rasulullah. Uwais pun pulang dengan perasaan hampa, karena tidak dapat bertemu kekasih Allah.

Setibanya Rasulullah SAW tiba di rumahnya, Aisyah pun menceritakan perihal kedatangan Uwais kemudian Rasulullah SAW bersabda. “Ia adalah Uwais Al-Qarni, Ia adalah penghuni langit.” Mendengar sabda Rasulullah SAW, Sayyidatina Aisyah, dan para Sahabat Rasulullah SAW, tertegun seketika. Kemudian, Rasulullah SAW menoleh ke arah Khalifah Umar dan Sayyidina Ali dan kembali bersabda “kalau kalian ingin bertemu denganya, maka kenalilah. Ia memiliki tanda putih di tengah telapak tangannya. Mintailah doa dan Istighfar kepadanya”

Beberapa waktu kemudian, Uwais Al-Qarni berpulang ke Rahmatullah. Anehnya tiba-tiba banyak orang bermunculan untuk mengurusi jenazah dan pemakamannya. Padahal sebelumnya, Ia adalah pemuda yang tidak dikenal dan terasing. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenali, penduduk asli kota Yaman pun tercengang dan bertanya-tanya. Siapakah sebenarnya pemuda bernama Uwais Al-Qarni itu? Bukankah Ia hanyalah seorang pemuda penggembala kambing yang sangat miskin, serta tidak mempunyai apa-apa?

Tetapi, di hari wafatnya Ia menghadirkan orang-orang asing hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.

Dikabarkan, bahwa orang-orang asing itu adalah malaikat-malaikat Allah yang diturunkan ke bumi. Uwais Al-Qarni, memang tidak dikenal di bumi, namun ia sangat dikenal di langit lantaran keta’atannya kepada Allah SWT dan Ibunya. Itulah sebabnya ia dijuluki sebagai penghuni langit.

ZT/10-7-2022