Rencana penutupan Stasiun Karet oleh pemerintah menuai penolakan dari sejumlah pengguna KRL
Rencana penutupan Stasiun Karet oleh pemerintah menuai penolakan dari sejumlah pengguna KRL Commuter Line. Kebijakan ini dianggap menyulitkan pekerja yang biasa menggunakan stasiun tersebut, termasuk Luke (27), seorang karyawan swasta yang setiap hari turun di Stasiun Karet untuk menuju kantornya. Menurutnya, stasiun ini menjadi pilihan ideal bagi banyak pekerja di daerah Karet Tengsin, Mega Kuningan, dan Sudirman karena jaraknya yang dekat dengan kantor mereka. Ia menilai opsi Stasiun Sudirman Baru BNI City tidak praktis karena jaraknya lebih dari 1 kilometer dan kurangnya fasilitas trotoar.
Alternatif lain, seperti menggunakan Stasiun Tebet dan Jak Lingko, juga dinilai Luke tidak efisien. Ia memperkirakan akan terjadi penumpukan penumpang di Stasiun Tebet dan kemacetan di jalur Jak Lingko menuju Karet Tengsin. Pilihan lain seperti menggunakan kendaraan pribadi juga menghadirkan risiko keamanan dan kemacetan.
Pendapat serupa disampaikan oleh Wibi Pangestu Pratama, pengguna rutin Stasiun Karet. Ia mempertanyakan keputusan mempertahankan Stasiun Sudirman Baru BNI City yang dianggap tumpang tindih dengan stasiun lain, sementara Karet memiliki fungsi strategis bagi pengguna di daerah sekitarnya. Wibi menyarankan para pejabat PT KAI dan KCI untuk merasakan langsung pengalaman pengguna transportasi umum di jam sibuk agar lebih memahami kebutuhan penumpang.
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan bahwa penutupan Stasiun Karet dilakukan untuk optimalisasi pelayanan perkeretaapian, mengingat lokasinya yang berdekatan dengan Sudirman Baru BNI City. Direktur Pengembangan Usaha dan Kelembagaan PT KAI, Rudi As Aturridha, menambahkan bahwa penghapusan stasiun ini tinggal menunggu pemberlakuan Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) 2025. Menurutnya, pengguna Karet dapat berjalan kaki ke BNI City melalui jalur yang sudah terintegrasi.
